Catatan kecil dari ESP Teacher's Training Series

Lifelong learning… pembelajaran seumur hidup adalah sesuatu yang mungkin dialami semua orang. Dalam kehidupan sehari-hari ada saja sesuatu baru yang dialami, yang boleh jadi adalah inspirasi untuk masa depan yang lebih baik atau memberi makna lebih dalam pada sesuatu yang telah dilalui sebelumnya.

Dalam sebuah workshop Collaborative Learning di tahun 2021 yang lalu, salah seorang instruktur mengatakan kira-kira begini, “Tidak disebut dosen seseorang yang enggan belajar.” Meskipun sedikit kesal karena tidak mendapatkan sertifikat sebagaimana yang dijanjikan setelah workshop panjang dengan berbagai PR di sela tri dharma yang melelahkan, pengetahuan yang diperoleh jauh lebih berharga ketimbang sehelai e-sertifikat yang bernilai 1 pada BKD ????. Intinya, workshop itu yang penting ilmunya bukan sertifikatnya (tapi kalau ada lebih bagus????).

Peningkatakan kapasitas keilmuan di bidang pengajaran sangat penting, apalagi bagi dosen yang berlatar belakang non-pendidikan. Pelatihan Pekerti dan Applied Approach (AA) hanya memberikan dasar-dasar yang seringkali terlupakan seiring berlalunya waktu. Terlebih lagi pada kegiatan tersebut kita bisa mendengarkan pengalaman menarik dosen dari berbagai bidang ilmu ketika membuat dan melaksanakan pembelajaran di kelas. Karena itu kegiatan serupa secara berkala sangat membantu, seperti workshop Interdisciplinary Teacher Collaboration (ITC) program: ESP Teacher’s Traning series yang salah satu unitnya baru berakhir kemarin.

Saya diundang berpartisipasi karena pernah mengajar ESP (English for specific purposes) pada beberapa program studi, dan yang terakhir adalah di program studi agribisnis. Saya teringat pertama kali mengajar Bahasa Inggris dengan perasaan frustasi karena proses di kelas tidak sebagaimana yang saya bayangkan atau harapkan. Jangankan kemampuan dasar berbahasa asing, kemampuan ber-Bahasa Indonesia yang baik dan benar pun masih banyak yang keliru. Hal ini bisa dipahami karena sebagian besar mahasiswa kami berasal dari wilayah yang kesehariannya lebih banyak menggunakan bahasa daerah atau bercampur.

Belajar dari beberapa pengalaman terakhir saya tidak lagi memiliki ekspektasi ketika berhadapan dengan mahasiswa. Yang terpenting adalah mereka mau belajar, dan merasa senang ketika berada di dalam kelas. Bahasa asing mustahil dikuasai dalam 16 kali pertemuan. Targetnya sekarang adalah…. setidaknya mereka memahami beberapa konsep ilmu keprodian dalam bahasa asing, dan mampu menggunakan google translate secara efektif.

Workshop Penyusunan Kurikulum dan pengembangan materi ESP yang baru lalu berdampak pada dua hal: 1) mengkonfirmasi beberapa hal yang saya pahami dan telah dilakukan di dalam kelas, dan 2) mengoreksi lebih banyak pandangan dan penerapan ESP keliru yang saya pengang selama ini. Yang paling menarik adalah metode penyusunan rencana pembelajaran (lesson plan) yang menarik sesungguhnya dapat diterapkan untuk jenis pembelajaran lainnya di luar ESP.  Bicara tetang manfaat program, its beyond ESP. Apresiasi yang tinggi kepada Pak Abdul Halim , S.Pd., M.A Tesol sebagai instruktur dan Bu Titin Rahmiatin (PhD segera insya Allah) yang telah memfasilitasi kegiatan ini.

Looking forward for ‘Pedagogical Skill’ in the next series insya Allah.

Blogs

Pelatihan Dinamika Kelompok dan Pengembangan Kelembagaan Kelompok Budidaya Kepiting Bakau

Ada perdebatan dan canda tawa di kelas kami

Survei Rumah Tangga Petani-Pengolah Sagu

Agribusiness Marketing Game